Sejarah/asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat.
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia melainkan raib tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga.
Ada sejumlah nama para leluhur masyarakat Kampung Naga yang dihormati seperti: Pangeran Kudratullah, dimakamkan di Gadog Kabupaten Garut, seorang yang dipandang sangat menguasai pengetahuan Agama Islam. Raden Kagok Katalayah Nu Lencing Sang Seda Sakti, dimakamkan di Taraju, Kabupaten Tasikmalaya yang mengusai ilmu kekebalan "kewedukan". Ratu Ineng Kudratullah atau disebut Eyang Mudik Batara Karang, dimakamkan di Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, menguasai ilmu kekuatan fisik "kabedasan". Pangeran Mangkubawang, dimakamkan di Mataram Yogyakarta menguasai ilmu kepandaian yang bersifat kedunawian atau kekayaan. Sunan Gunungjati Kalijaga, dimakamkan di Cirebon menguasai ilmu pengetahuan mengenai bidang pertanian.
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut
dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan
batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan
keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat
Kampung Naga. Di sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk,
dan di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari
Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan
dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari
arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah
ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan
sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui
jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.
Lokasi: Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kurang lebih 30 kilometer dari Kota Tasikmalaya, 26 kilometer dari Kota Garut.2. Goa Anteg
Gua Anteg merupakan Situs peninggalan Ratu Sukakerta Srigading Anteg, saat ini Situs gua Anteg selain berfungsi sebagai objek wisata budaya, juga sebagai objek wisata petualangan (penelusuran gua) banyak dikunjungi, baik oleh para pecinta alam maupun para pengunjung dengan minat khusus(ziarah). Bagi para pecinta alam, khususnya para caver pemula, gua ini cukup baik untuk arena pelatihan, selain tingkat kesulitan dan tingkat bahaya pada kategori sedang, juga medannya yang cukup menantang karena mempunyai tingkat kesulitan yang cukup bervariasi.
Para pengunjung dengan minat khusus juga banyak berkunjung ke gua ini, pada waktu-waktu tertentu (gua Anteg biasa digunakan oleh para penziarah melakukan kunjungan), biasanya bulan Maulud, Safar, Ramadhan dan lain-lain. Seperti gua-gua lainnya yang berkaitan dengan sejarah, Gua Anteg dikaitkan juga dengan perjalanan Syech Abdul Muhyi sebelum menemukan gua Safarwadi di Pamijahan dan juga cerita Sunan Rahmat (Kean Santang Putra Prabu Siliwangi), yang konon ada petilasannya di sekitar gua tersebut (di dalam bangunan mushola).
Nama Anteg sendiri diambil dari nama salah seorang tokoh Kerajaan Sukakerta setelah masa kerajaan Galunggung, yaitu Sri Anteg, Gua ini oleh masyarakat sekitar diyakini merupakan salah satu tempat yang berkaitan dengan aktifitas ritual Sri Gading Anteg. Gua dengan panjang 342 meter ini, cukup komplit jika dilihat dari keragaman ornamennya, ada stalacmit, stalactit, gourdin dan lain-lain. Hanya pada beberapa lorong terdapat bekas rerutuhan Stalacmit(cave breakdown) yang mengindikasikan adanya tingkat kerentanan batuan yang harus diwaspadai. Gua ini selain dijadikan objek tujuan wisata budaya, juga wisata/olah raga petualangan.
Banyak catatan yang menunjukan bahwa gua Anteg ini sering diekspose di media masa, baik di media cetak maupun media elektronik sehingga gua ini sering dikunjungi oleh para penziarah, baik yang berasal dari Tasikmalaya,maupun di luar Tasikmalaya bahkan banyak juga pengunjung yang berasal dari luar provinsi.
3. Situs Kabuyutan Nagaratengah
Nama Nagaratengah sudah ada sejak
jaman Kerajaan Galuh Hindu, ketika kerajaan berbentuk federasi.
Mahaprabu Galuh membagi kerajaan yang salah satu diantaranya adalah
Kerajaan Galuh Nagaratengah yang diperintah oleh Prabu Agung Danumaya
dengan jumlah rakyat mencapai ± 1000 orang. Kemudian dilanjutkan oleh
Prabu Wangsa Dedaha, lalu oleh Prabu Agung Ranggakusumah.
Ketika Cipta Sanghyang Permana naik
tahta sebagai Mahaprabu Galuh, ibukota kerajaan (dayeuh) pindah ke
Nagaratengah. Letak ibukota antara sungai Cihapitan dan Cibodas (Sayung
Desa Karanglayung) Kemudian penggantinya adalah Mahaprabu Cipta Permana
(sebelumnya berdiam di Cimaragas) yang sudah memeluk agama Islam dan
membagi kerajaan menjadi 6 Kerajaan kecil (Kadaleman). Selanjutnya,
Kadaleman Nagaratengah dibangun pada 1583 oleh Pangeran Aria Panji
Subrata. jarak lk. 25 km dari pusat kota Tasikmalaya, luas 3 Ha,
berbagai situs yang ada:
1. Desa Nagaratengah
a. Dusun Mekarsari
Di dusun ini terdapat BCB yang
merupakan milik Idi Sukandi berupa pedang dan rangkanya, serta gelang
kuningan dengan ukuran sebagai berikut:
- Pedang : Panjang : 59 cm
Panjang tangkai : 11 cm
Bahan : logam besi
Pada tangkai pedang terdapat simbol berbentuk elips dari bahan kuningan berukuran diameter panjang 3 cm dan diamter pendek 2 cm, di permukaaannya terdapat hiasan berupa garis-garis.
- Gelang: Diameter logam : 1,3 cm
Diameter gelang : 8,5 cm
Warna : kuning kemerahan
Bahan : logam perunggu
b. Dusun Ciwarulang
Di dusun ini terdapat makam keramat
yang biasa disebut sebagai Makam Dayang Kancana, akan tetapi kondisi
makam sudah mengalami perubahan karena adanya penembokan dan sudah tidak
dapat dikenali bentuk aslinya.
c. Dusun Tanjungsari (Nyengkod)
Di dusun ini terdapat suatu punden
berundak yang terdiri dari tiga teras. Di teras atas terdapat dua makam
Islam yang dikelilingi tembok persegi empat. Di sudut timur laut, dari
bangunan tersebut terdapat satu menhir dari batuan andesit, dan di
bagian kakinya menempel batu altar berbentuk segitiga. Adapun ukuran
menhir tersebut adalah tinggi 57 cm, lebar 28 cm dan tebal batu 16 cm.
Situs ini juga dikenal sebagai makam Garatengah.
Di dalam bangunan tembok terdapat
jirat makam Makam Kyai Abdul Rohaniah yang telah ditata ulang, panjang
270 cm, lebar 190 cm. Disebelah timurnya terdapat jirat makam istri
beliau (Dewi Pertala) juga sudah ditata ulang berukuran panjang 230 cm, lebar 160
cm. Vegetasi yang tumbuh di punden ini adalah pohon kiara, rotan, aren,
beringin, petai, singkong dan padi.
Sekitar 50 m kearah sebelah timur
terdapat komplek makam yang sudah mengalami penataan ulang. Di
lingkungan makam ini terdapat jirat makam Pangeran Aria Panji Kusumah berukuran
panjang 350 cm, lebar 190 cm, dan jirat makam istrinya yang bernama
Ratna Ayu Gading Pangrungu berukuran panjang 280 cm, lebar 170 cm. Kedua
jirat tersebut berada pada suatu struktur persegi empat yang berukuran
panjang 560 cm, lebar 630 cm. Di area yang sama sekitar 100 m kearah
selatan terdapat aretfak nisan perkembangan dari bentuk gada berukuran
tinggi 56 cm, lebar 23, tebal 9 cm. Komplek makam dengan luas 140 m2 ini
berada di sebelah barat meander sungai Cihapitan yang mengalir dari
barat ke-timur. Tanaman yang tumbuh di lingkuan makam ini di antaranya
bungur, pukih/nam-nam, aren, kodoya, nyatuh.
Sedangkan di Blok Garatengah masih terdapat beberapa lokasi yang diduga merupakan situs di antaranya
a. Dipuncak Gunung Putri, informasi dari masyarakat terdapat hamparan batu
berbentuk persegi empat dan dikenal sebagai makam seorang Putri.
b. Di puncak Gunung Ujung, diinformaskani terdapat makam
c. Di Gunung Gajah, oleh masyarakat informasikan dipakai sebagai tempat pemujaan.
d. Nanggerang, diinformasikan oleh
masyarakat terdapat makam Jaksa Anggapraja yang oleh masyarakat
populer
disebut sebagai Mbah Jaksa.
e. Sumbang Situ, diinformasikan di puncak nusa Sumbang Situ terdapat makam Sutadiwangsa.
f. Di areal perkebunan karet PT. Wiria
Cakra tepatnya di lereng Gunung Celeng diinformsikan terdapat Batu
Celeng dan Batu Lumpang yang oleh masyarakat dikenal sebagai kawah.
4. Situs Sukamanah (KH. Zaenal Mustofa)
Situs Sukamanah (KH. Zaenal Mutofa),
terletak di Kp. Bageur Desa Cimerah Kecamatan Singaparna, jarak sekitar
15 Km dari pusat kota Tasikmalaya, salah satu peninggalan sejarah
Kemerdekaan, sebagai symbol perlawanan terhadap penjajahan Jepang.
Riwayat singkat KH. Zaenal Mustofa merupakan Ulama
Besar yang dianugrahi sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia,
bahkan sebagai rasa hormat dan terimakasih masyarakat Tasikmalaya
menjadikan nama beliau sebagai nama salah satu Jalan di pusat perkotaan
Tasikmalaya.
KH. Zaenal Mustofa dilahirkan dari keluarga petani di Kampung Bageur
Desa Cimerah Singaparna tahun 1901. Pada masa kecilnya beliau bernama
Hudaeni. Sejak kecil beliau sudah mendapatkan ilmu agama dari guru-guru
di desa tempat kelahirannya. Hudaeni kecil sangatlah cerdas dalam
menerima ajaran sehingga Hudaeni meneruskan pendidikan agamanya di
sejumlah Pondok Pesantren di Jawa Barat. Selama 17 tahun, Hudaeni
merantau kesana kemari menimba berbagai ilmu agama termasuk di Pesantren
Gunung Pari dan Cileunga. Dikalangan teman-temannya Hudaeni dikenal
suka berdialog dan bertukar pikiran dalam membahas berbagai persoalan
sehingga beliau direkomendasikan untuk berangkat ke Makkah dan Madinah,
menuntut ilmu sambil menunaikan ibadah haji.
Sepulang dari tanah suci, Hudaeni
bernama KH. Zaenal Mustofa dan mendirikan Pondok Pesantren di kampung
halamannya yakni di Kampung Bageur. Pesantren ini didirikan pada tahun 1927 M dengan diberi nama Pondok Pesantren Sukamanah. Seiring berjalannya waktu, pesantren Sukamanah
berkembang sangat pesat. Selain semakin bertambahnya jumlah santri, KH.
Zaenal Mustofa juga melakukan pembaharuan dalam system pendidikannya
antara lain pada tahun 1930-an pesantren ini memberikan Tafsir Al-Qur’an
dalam Bahasa Sunda untuk memudahkan pemahaman akan kandungan makna
Al-Qur’an. Disamping itu beliau juga mengajarkan Bahasa Belanda
terhadapsantri-santrinya, sehingga pesantren ini menjadi pesantren
terbesar dan sebagai pusat gerakan syiar dakwah Islam di seluruh
priangan Timur.
Di era 1940-an gejolak perlawanan
terhadap pemerintah kolonial kembali berkobar di pelosok negeri ini,
demikian pula di Tasikmalaya. Di usianya yang ke-40, KH. Zaenal Mustofa
dengan gagah berani membangkitkan semangat kebangsaan, bersatu
mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dari penjajahan. Sikap ini
timbul dari keyakinan yang teguh terhadap ajaran agama Islam, bahwa
penjajahan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain adalah perbuatan
mungkar, dan kemungkaran wajib dilawan dan diberantas, sehingga pada
tanggal 17 Nopember 1941, KH Zaenal mustofa bersama kawan-kawannya
termasuk KH Ruhiyat dari Pesantren Cipasung, H Siroj, Hambali dan Safi’i
ditangkap oleh Belanda atas tuduhan “menghasut rakyat”.Sejak itu ribuan
santri mengumandangkan taqbir dan berjihad untuk melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1942 KH Zaenal
Mustofa bersama sahabat-sahabatnya dibebaskan sebagai upaya meredakan
perlawanan tersebut. Akan tetapi perlawanan KH. Zaenal Mustofa dan
santri-santrinya tidak berhenti, beliau ditangkap dan dimasukan kembali
ke penjara di Ciamis bulan Februari 1942. Kemudian tentara Jepang
membebaskan KH. Zaenal Mustofa pada bulan Maret 1942, dengan harapan
dikemudian hari beliau mau bekerjasama dan membantu Jepang.
Namun kenyataannya lain, semangat
patriotik dan nasionalisme yang di dasari keimanan yang teguh kepada
Alloh SWT dalam melawan setiap kemungkaran, KH. Zaenal Mustofa kembali
mengadakan perlawanan terhadap kaum penjajah. KH. Zaenal Mustofa juga
secara terang-terangan menolak pelaksanaan “Seikeirei” (penghormatan
terhadap kaisar Jepang) sebab perbuatan ini bertentangan dan akan
menghancurkan tauhid umat Islam. Selain itu KH. Zaenal Mustofa menentang
pelaksanaan “Romusha” karena dianggapnya merendahkan harkat dan
martabat bangsa ini. Tanggal 25 Januari 1944, KH. Zaenal Mustofa
merencanakan perlawanan terhadap penjajah Jepang, akan tetapi rencana
tersebut tercium oleh Jepang dan Jepang pun mengirimkan utusannya ke
Pesantren Sukamanah untuk melakukan perundingan dengan KH. Zaenal
Mustofa. Akhir dari perundingan tersebut tidak menggoyahkan KH. Zaenal Mustofa untuk terus melakukan perlawanan terhadap pihak Jepang.
Akhir Bulan Februari, Jepang
mengirimkan pasukannya dalam jumlah yang banyak dengan persenjataan yang
lebih lengkap untuk menumpas KH. Zaenal Mustofa, maka pecahlah
pertempuran sengit antara pasukan Jepang melawan KH. zaenal mustofa dan
santri-santrinya yang hanya bersenjatakan golok dan bambu runcing.
Pertempuran ini dekenal sebagai “Pertempuran Singaparna”. Berhubung
kekuatan yang tidak seimbang, pertempuran ini dimenangkan oleh penjajah
Jepang. Sebanyak 89 orang santri gugur dalam pertempuran ini dan KH.
Zaenal Mustofa beserta 22 pengikutnya ditangkap dan dibawa ke Bandung.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1944 KH. Zaenal Mustofa dan
pengikutnya dieksekusi mati di Jakarta. Berkat jasa-jasanya beliau
dianugerahi gelar pahlawan Pergerakan Nasional melalui SK Presiden RI
No. 064/TK/tahun 1972 tanggal 6 Nopember 1972.
5. Situs Sodonghilir (Syeikh Tubagus Anggariji)
Lokasi khas ziarah Sodonghilir (Seikh Tubagus Anggariji) dan gua Daha berlokasi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir. Berjarak sekitar 50 km dari pusat kota Tasikmalaya. Luas area sekitar 2 Ha, Seikh Tubagus Anggariji berasal dari Banten. Beliau adalah murid Seikh Abdul Muchyi Pamijahan yang menyebarkan agama islam di wilayah Jawa Barat Selatan.
Dalam menyebarkan agama Islam, dalam
menyebarkan agama Islam selain berkeliling pelosok Desa beliau
mengajarkan agama di dalam gua yakni gua Daha/Rahong, mengingat situasi
keamanan yang tidak aman.
Syech Tiubagus Anggariji adalah
santrinya Waliyulloh Syech H. Abdul Muhyi Pamijahan. Menurut informasi
dari beberapa kasepuhan, para pendahulu, beliau adalah keturunan Banten
Syech Maulana Hasanudin, beliau datang ke Pamijahan di utus orang tuanya untuk menuntut Agama Islam di Pesantren Seikh H. Abdul Muhyi Pamijahan.
Selama berguru kepada Seikh H. Abdul
Muhyi, Seikh Tubagus Anggariji cukup menonjol sekali didalam menuntut
ilmunya sehingga oleh gurunya diberi kepercayaan untuk memimpin/
mengepalai beberapa rekan santri yang lain. Beliau diangkat sebagai
Lurah santri atau Rois.
Karena melihat kepandaian dan
kecerdasan beliau, kepercayaan gurunya semakin bertambah kepadanya,
sehingga gurunya memberi tugas untuk menyebar luaskan ilmu agama Islam
di Kampung Jati Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten
Tasikmalaya.
Banyak kepercayaan masyarakat terhadap
beliau karena melihat banyaknya ilmu yang disampaikan, selain dari itu
kelainan yang dimiliki beliau yaitu di bidang qiro’at mengalunkan kalam
Illahi dan adzan. Dalam status keluarga beliau adalah perjaka/bujangan sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah beristri (1529 M).
Gua Daha/Rahong banyak memiliki
keindahan yang melambangkan perjuangan Seikh Tb. Anggariji ketika
menyebarkan agama Islam. Sehingga hal ini dapat menarik perhatian untuk
ditapakuri dan disyukuri atas kebesaran Alloh SWT dsn gus ini memiliki
panorama alam indah, sehingga dari keistimewaan Gua itu dapat membuat
penasaran untuk dikunjungi, sekaligus melihat tapak jejak perjuangan
Seikh Tubagus Anggariji dalam menyebarkan agama Islam.
Setelah beberapa lama beliau bermukim
di kampung Jati Desa Cikalong beliau meninggal dunia dan di makamkan di
kampong Jati yang dikenal sekarang lokasi ziarah Seikh Tubagus
Anggariji.
6. Goa Cupu Agung
Goa Cupu Agung yang letaknya di Dusun Cikebi Desa Linggalaksana Kecamatan Cikatomas, sering juga di sebut goa Sukarno. Selain banyak dikunjungi oleh para peziarah umum, konon goa ini biasa di kunjungi oleh keluarga Sukarno (Presiden Pertama Republik Indonesia), menurut penuturan juru kunci di goa tersebut, konon sering muncul/penampakan “ghaib Mantan Presiden Pertama Republik Indonesia”, mitos yang menarik ini, merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung, khususnya bagi para penggemar/pengikut fanatic ajaran Sukarno.
Situs Kaputihan terletak di Desa di daerah Karoman Desa Purwahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Nama Kaputihan diambil dari perubahan agama hindu dan perilaku orang-orangnya waktu itu yang dianggap kotor menjadi agama Islam sekaligus dapat merubah perilaku dan cara beribadat yang dianggap bersih atau putih.
Berbagai peniggalan purbakala yang ada di lokasi Kabuyutan Linggawangi menjadi bukti adanya pemerintahan masa silam yakni Kerajaan Galunggung, setelah pemerintahan dalam bentuk kebataraan, yaitu Kebataraan Galunggung, salah satu penguasa galunggung pada masa kerajaan adalah Batary Hyang. Lokasi situs terdapat di sekitar lokasi Saung Galah (lokasi pernah berdirinya Saung Gede/saung galah/Keraton) yakni di Desa Linggawangi Kecamatan Leuwisari, di sekitar lokasi tersebut terdapat lokasi situs Geger Hanjuang lokasi ditemukannya Benda Cagar Budaya (prasasti Geger Hanjuang) yang menyatakan berdirinya kerajaan Galunggung pada tahun 1111 masehi.
Situs Geger Hanjuang terletak dibukit Geger Hanjuang Desa Linggawangi Kecamatan Leuwisari, dari lokasi tersebut ditemukan berbagai peninggalan sejarah termasuk Prasasti (yang kini disebut prasasti geger hanjuang). Tidak jauh dari lokasi tersebut terdapat tempat yang diberi nama Saung Gede yang dalam sejarah disebut Saung Galah, artinya Keraton (pusat pemerintahan kerajaan Galunggung), dan Kabuyutan Sanghyang Linggawangi sebuah kebuyutan yang dianggap sakral pada jamannya.
Prasasti Geger Hanjuang merupakan prasasti ke 10 yang ditemukan di Jawa Barat. ditemukan oleh K.F. Holle kira-kira pada tahun1877, kemudian dibawa dan disimpan oleh Dr. Krom pada tahun1914. Kini masih terpelihara dan disimpan di Museum Pusat Jakarta dengan nomor inventaris D.26.
6. Goa Cupu Agung
Goa Cupu Agung yang letaknya di Dusun Cikebi Desa Linggalaksana Kecamatan Cikatomas, sering juga di sebut goa Sukarno. Selain banyak dikunjungi oleh para peziarah umum, konon goa ini biasa di kunjungi oleh keluarga Sukarno (Presiden Pertama Republik Indonesia), menurut penuturan juru kunci di goa tersebut, konon sering muncul/penampakan “ghaib Mantan Presiden Pertama Republik Indonesia”, mitos yang menarik ini, merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung, khususnya bagi para penggemar/pengikut fanatic ajaran Sukarno.
Goa yang cukup menarik dari segi
artistic, selain mempunyai tingkat kesulitan/bahaya rendah, juga akses
menuju gua cukup mudah. Goa dengan panjang 187 meter ini, cukup komplit
jika dilihat dari keragaman ornamennya, ada stalacmit, stalactit,
gourdin, dll. Goa ini selain digunakan untuk tujuan ziarah juga kegiatan,
petualangan dan rekreasi, karena 2 km dari lokasi tersebut terdapat
salah satu tempat/pemandangan yang terbaik di Kabupaten Tasikmalaya,
yaitu Pasir Nalangsa.
Goa ini sudah dibenahi, khususnya
untuk kunjungan ziarah, hal ini dapat dilihat dari tangga yang sudah
dibangun, tempat pertapaan yang cukup nyaman dan akses menuju mulut gua
cukup baik.
7. Situs Kaputihan
Situs Kaputihan terletak di Desa di daerah Karoman Desa Purwahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Nama Kaputihan diambil dari perubahan agama hindu dan perilaku orang-orangnya waktu itu yang dianggap kotor menjadi agama Islam sekaligus dapat merubah perilaku dan cara beribadat yang dianggap bersih atau putih.
Sebelum dinamai Kaputihan
daerah ini biasa disebut Pamujaan orang-orang hindu di tata Sukapura,
sedangkan yang berkuasa saat itu adalah Prabu Sanghyang Adegan dengan
para pembantunya Prabu Kalang Jajar, Prabu Kalang Manafa, Prabu Puhun
Mangkubumi dan Prabu Bentang, pada waktu itu semua rakyat di daerah
tersebut memeluk agama Hindu.
Riwayat Singkat Situs Kaputihan
Pada jaman kerajaan Hindu daerah
Copo/Kaputihan berada dalam wilayah kerajaan Galuh yang konon dipimpin
oleh seorang raja bernama CIUNG WANARA. Raja Galuh mengutus 3 penggawa
kepercayaannya yakni PRABU SANGIANG ADEGAN dengan 2 (dua) orang hulu
balang bernama PRABU KALANG JAJAR dan PRABU PUNUH MANGKUBUMI untuk
meperluas daerah kekuasaanya sambil menyebarkan Agama Hindu untuk
meningatkan kemakmuran kerajaan Galuh. Untuk mempercepat hubungan ke
daerah keputihan Raja CIUNG WANARA mengangkat PRABU KALANG MANAP dan
PRABU KALANG BENTANG. Berkat kelincahan PRABU SANGIANG ADEGAN
perkembangan Hindu tersebut mencapai ke daerah Sukapura.
Menurut hikayat, beberapa tahun
kemudian ke daerah Copo/Kaputihan kedatangan seorang Waliyulloh yang
diutus Kerajaan Demak untuk menyebarkan Agama Islam, yang bernama SEIKH
HAJI SAKTI DARMAJATI MEDAL SAKING KUDRATULLOH, dengan membawa misi
menaklukan pusat pemujaan Agama Hindu dan menyebarkan Agama Islam.
Dengan kesaktian PRABU SANGHIANG ADEGAN seakan-akan daerah Copo
bergoyang dan labil, namun SEIKH HAJI telah dibekali sebuah Cepuk yang
dinamai CUPU MANIK untuk melawan kesaktian orang Hindu. Khasiat dari
Cepuk tersebut apabila dilemparkan, maka Tanah yang bergoyang dan labil
kembali seperti semula. Adu kesaktian tersebut memakan waktu
berbulan-bulan dan akhirnya seluruh penganut Agama Hindu takluk kemudian
masuk islam termasuk PRABU SANGIANG ADEGAN dan Hulu balangnya.
Peninggalan yang masih ada sampai sekarang, adalah :
- BATU SANGIANG ADEGAN, posisi Berdiri Tegak, tinggi ± 170 cm dan Garis Tengah ± 42 Cm.
- BATU
PANGKON, posisinya Berbaring, memiliki panjang ± 70 Cm dan Garis Tengah
± 31 Cm. konon Batu ini dibuat oleh Prabu Kalang Manap,
- BATU
ALAM, posisinya Berbaring, memiliki panjang ± 120 Cm. Garis Tengah
ujung yang besar ± 20 Cm dan Ujung yang kecil ± 10 Cm. konon batu ini
dibuat oleh Prabu Kalang Bentang, dan berkhasiat untuk
menentukan alam sampai alam ke 12 maksudnya hari Qiamat dan sampai
sekarang sudah menjadi 5 keping.
- KURSI dan MEJA dari Batu 1 Stel, tempat musyawarah para Prabu,
- BATU BAKI tempat menyimpan sesajian, berukuran Panjang ± 35 Cm, Lebar ± 20 Cm. memiliki 4 (empat) kaki tingginya ± 15 Cm.
- SANGHYANG
BATU DATAR sebanyak 2 buah, berukuran tinggi ± 120 Cm. Dan lebar ± 170
Cm. Diperkirakan Batu tersebut merupakan Pintu Gerbang.
- BATU MERIAM, sebanyak 2 buah dengan ukuran Panjang ± 110 Cm.
- BATU JAMBANGAN AIR /JAHAS, ada 3 ( tiga ) Buah yang memiliki ukuran yang berbeda, yakni :
1. Batu Jahas yang berukuran Tebal ± 5 Cm, tinggi ± 38 Cm dan Garis Tengah ± 67 Cm.
2. Batu Jahal yang berukuran Tebal ± 4 Cm, tinggi ± 35 Cm dan Garis Tengah ± 50 Cm.
3. Batu Jahal yang berukuran Tebal ± 7 Cm, tinggi ± 35 Cm dan Garis Tengah ± 43 Cm.
Konon Batu jahas tersebut berisi air
yang tidak pernah kering. Menurut Kuncen ( Penjaga Situs ), air dari
masing- masing Jambangan / Jahas memiliki khasiat yang berbeda-beda
yaitu:
1. Air Batu Jahas yang pertama untuk mencuci tangan agar manusia selalu bersih hatinya,
2. Air Batu Jahas yang Kedua, apabila diteteskan kemata dapat melihat hal-hal yang bermanfaat,
3. Air Batu Jahas yang ke Tiga, untuk menyuburkan tanaman padi atau tanaman lainnya.
8. Situs Kabuyutan Linggawangi
Berbagai peniggalan purbakala yang ada di lokasi Kabuyutan Linggawangi menjadi bukti adanya pemerintahan masa silam yakni Kerajaan Galunggung, setelah pemerintahan dalam bentuk kebataraan, yaitu Kebataraan Galunggung, salah satu penguasa galunggung pada masa kerajaan adalah Batary Hyang. Lokasi situs terdapat di sekitar lokasi Saung Galah (lokasi pernah berdirinya Saung Gede/saung galah/Keraton) yakni di Desa Linggawangi Kecamatan Leuwisari, di sekitar lokasi tersebut terdapat lokasi situs Geger Hanjuang lokasi ditemukannya Benda Cagar Budaya (prasasti Geger Hanjuang) yang menyatakan berdirinya kerajaan Galunggung pada tahun 1111 masehi.
Kepercayaan tradisional penduduk desa Linggawangi yang menganggap
Rumantak sebagai bekas keraton Galunggung ternyata dalam dan didukung
oleh prasasti Geger Hanjuang. Kampung Gegerhanjuang tempat ditemukannya
prasasti dank ke 12 periuk keramik kecil untuk bahan dapat diperkirakan
hampir pasti bekas kabuyutan Galunggung. Di sanalah mungkin para
penguasa Galunggung dipusarakan. Prasasti Raja-raja Sunda sampai saat
ini biasanya ditemukan pada komplek kabuyutan.
9. Situs Geger Hanjuang
Situs Geger Hanjuang terletak dibukit Geger Hanjuang Desa Linggawangi Kecamatan Leuwisari, dari lokasi tersebut ditemukan berbagai peninggalan sejarah termasuk Prasasti (yang kini disebut prasasti geger hanjuang). Tidak jauh dari lokasi tersebut terdapat tempat yang diberi nama Saung Gede yang dalam sejarah disebut Saung Galah, artinya Keraton (pusat pemerintahan kerajaan Galunggung), dan Kabuyutan Sanghyang Linggawangi sebuah kebuyutan yang dianggap sakral pada jamannya.
Prasasti Geger Hanjuang merupakan prasasti ke 10 yang ditemukan di Jawa Barat. ditemukan oleh K.F. Holle kira-kira pada tahun1877, kemudian dibawa dan disimpan oleh Dr. Krom pada tahun1914. Kini masih terpelihara dan disimpan di Museum Pusat Jakarta dengan nomor inventaris D.26.
Prasasti Geger Hanjuang dibuat tahun 1033 Saka yang bertepatan dengan
tahun 1111 Masehi. Prasasti ini dibuat 81 tahun setelah prasasti Raja
Sunda Sri Jayabupati yang ditemukan di Cibadak, Sukabumi.
Dengan ditemukannya naskah Negara Kertabumi yang telah ditranskripsikan oleh Drs. Atja, posisi prasasti Geger Hanjuang dalam urutan pemerintahan Raja-raja di Jawa Barat dapat ditempatkan lebih akurat. Naskah ini ditulis dalam huruf dan Bahasa Kuno. Walaupun uraiannya terhitung muda, selesai ditulis tahun 1697, akan tetapi akan penulisannya berdasarkan naskah-naskah kuno, kadar sejarah yang dikandungnya sangat tinggi. Kecocokannya dengan tahun dan nama Raja-raja yang disebut dalam prasasti-prasastinya diseluruh pulau Jawa (termasuk prasati Tarumanagara), dapat mencengangkan para ahli sejarah. Kadang-kadang apa yang masih merupakan teori sejarah, dalam naskah tersebut justru sudah menjadi kisah sejarah.
Dengan ditemukannya naskah Negara Kertabumi yang telah ditranskripsikan oleh Drs. Atja, posisi prasasti Geger Hanjuang dalam urutan pemerintahan Raja-raja di Jawa Barat dapat ditempatkan lebih akurat. Naskah ini ditulis dalam huruf dan Bahasa Kuno. Walaupun uraiannya terhitung muda, selesai ditulis tahun 1697, akan tetapi akan penulisannya berdasarkan naskah-naskah kuno, kadar sejarah yang dikandungnya sangat tinggi. Kecocokannya dengan tahun dan nama Raja-raja yang disebut dalam prasasti-prasastinya diseluruh pulau Jawa (termasuk prasati Tarumanagara), dapat mencengangkan para ahli sejarah. Kadang-kadang apa yang masih merupakan teori sejarah, dalam naskah tersebut justru sudah menjadi kisah sejarah.
10. Mesjid Manonjaya
Mesjid Manonjaya secara administratif terletak di Kampung Kaum, Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya. Lokasi masjid sangat mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua dan empat.
Mesjid Manonjaya dibangun pada tahun 1832 berkaitan erat dengan
Sejarah Kerajaan Sukapura dan proses berdirinya Ibukota Tasikmalaya.
Hingga kini mesjid atau disebut “kaum” masih berdiri megah. Kondisi
keaslian bangunannya masih tetap terjaga dan terawat. Digunakan sebagai
pusat kegiatan keagamaan. Menurut cerita, kedua menara atau kubah
(menara pelangan/laki-laki dan menara pawadonan/perempuan) dengan
mahkota antiknya masih seperti bentuk aslinya. Kedua mahkota yang pada
puncaknya berbentuk kuncup bunga merupakan hasil pemberian Syeikh Abdul
Muhyi dari Goa Pamijahan sekitar abad ke-18 M. Kedua kubah “kaum” ini
mempunyai makna tersendiri. Kubah Pelangan, dibawahnya khusus tempat
beribadah kaum laki-laki, sedang di bawah Kubah Pawadonan tempat ibadah
perempuan. Selain sebagai tempat ibadah, juga sering dipakai sebagai
tempat nikah warga Manonjaya dan sekitarnya. Bahan kubah terbuat dari
keramik berasal dari Kawasem Jawa Tengah.
Mesjid Manonjaya dengan konnstruksi beton yang kokoh dan berarsitektur
campuran budaya Islam (Timur Tengah) dan Eropa. Mesjid ini mampu
menampung jamaah sebanyak 5000 orang. Denah bangunan persegi panjang
dengan serambi depan yang luas dan memiliki banyak tiang penyangga.
Dinding dari beton dengan motif hias bergalur dan bermotif flora. Lantai
Bangunan ditinggikan ± 2,5 m dengan 6 anak tangga menuju pintu utama
dengan melewati serambi bagian depan. Bangunan beratap genteng tampak
seperti 2 bagian karena serambi yang bertiang 61 tiang, diapit oleh 2
menara beton berjendela dan berpintu. Bentuk tiang penyangga membulat
dengan diameter ± 1,5 m dengan tinggi 5m. Menara memiliki 6 Jendela
rangkap berdaun ganda berukuran ± 2m x 1m, terbuat dari kayu dan kaca.
Pintu ruangan bawah menuju berukuran ± 3m x 1,5 m. Pintu mesjid terbat
dari kacadan kayu berukuran 3m x 1,20 m dengan daun ganda dan
berventilasi pada bagian atasnya. Jendela mesjid berdaun ganda terbuat
dari kayu berkisi-kisi dengan ukuan 2m x 1,5m. Lantai tegel merah
berukuran 30cm x 30cm. Memiliki halaman yang cukup luas dengan taman dan
bangunan tambahan.
11. Makam dan Goa Pamijahan
Secara administratif terletak di Kampung Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong. Situs terletak di daerah pedesaan yang areanya dimanfaatkan sebagai tempat perumahan penduduk, pasar, sawah, ladang, dan hutan. Area tersebut menempati lahan berbukit dan bergelombang. Situs termasuk cukup ramai didatangi pengunjung. Untuk mencapai ke lokasi dijangkau dari jalan raya bisa hanya bisa dicapai dengan jalan kaki menuju makam sekitar 500m, sedangkan menuju goa sekitar 2 km.
Pamijahan merupakan goa alam dan makam penyebar agama Islam. Makam Waliyullah Safardi, keluarga dan pengiringnya. Terletak dalam bangunan empat persegi panjang. Di luar bangunan di sekitarnya terdapat makam-makam keluarga. Makam-makam dalam bangunan lapisan pertama berjumlah 24, kemudian dalam ruangan lapisan kedua berjumlah 11, dan lapisan ketiga merupakan makam utama yang tertup dinding lagi.
11. Makam dan Goa Pamijahan
Secara administratif terletak di Kampung Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong. Situs terletak di daerah pedesaan yang areanya dimanfaatkan sebagai tempat perumahan penduduk, pasar, sawah, ladang, dan hutan. Area tersebut menempati lahan berbukit dan bergelombang. Situs termasuk cukup ramai didatangi pengunjung. Untuk mencapai ke lokasi dijangkau dari jalan raya bisa hanya bisa dicapai dengan jalan kaki menuju makam sekitar 500m, sedangkan menuju goa sekitar 2 km.
Pamijahan merupakan goa alam dan makam penyebar agama Islam. Makam Waliyullah Safardi, keluarga dan pengiringnya. Terletak dalam bangunan empat persegi panjang. Di luar bangunan di sekitarnya terdapat makam-makam keluarga. Makam-makam dalam bangunan lapisan pertama berjumlah 24, kemudian dalam ruangan lapisan kedua berjumlah 11, dan lapisan ketiga merupakan makam utama yang tertup dinding lagi.
Goa pamijahan terletak cukup jauh dari makam, memiliki mulut goa
yang cukup lebar dan tinggi. Di dalam goa orang bisa berdiri tegak
dengan stalaktit dan stalakmit yang kokoh. Goa ini cukup dalam dengan
ruangan-ruangan yang seolah-olah disekat sebagai tempat pertapaan,
pesantren, mushola, mimbar, lubang-lubang seperti mulut goa di dalam
goa (menurut cerita, lubang tersebut adalah jalan tembus menuju Banten,
Cirebon, bahkan Mekah), memiliki mata air yang jernih (dikenal sebagai
air zam zam). Jalur jalan dalam gua dialiri air dan berbatu-batu.
Goa Malawang merupakan sebuah kompleks goa yang terletak di tengah perkebunan, berupa sekumpulan goa dan ceruk. Masyarakat sekitar menamakan kompleks Gua Malawang dengan bermacam nama, seperti Malawang, Batu Masigit, Keraton, Oyod, dan Gorin. Satu hal yang menarik dari penamaan tersebut adalah Gorin, yaitu nama setempat untuk semacam tempayan air dari gerabah.
Dalam sejarah lisan, gua Pamijahan adalah goa yang pernah menjadi
tempat hunian Syeikh Abdul Qodir Jaelani ± 200 sebelum Syeikh H. Abdul
Muhyi menerima ilmu agama dari gurunya, Syeikh Imam Sanusi. Letak goa di
kaki bukit Gunung Mujarod. Kata mujarod berarti penenangan karena di
dalam goa itulah Syeikh Abdul Muhyi sering mendekatkan diri kepada Allah
atau bersemedi. Kemudian kata pamijahan berasal dari masa sebelum
hidupnya, yaitu Saparwadi. Saparwadi berasal dari bahasa Arab, sapar
artinya jalan dan wadi berarti lembah atau jurang atau menjadi jalan
yang berada di atas jurang.
12. Goa Malawang
Goa Malawang merupakan sebuah kompleks goa yang terletak di tengah perkebunan, berupa sekumpulan goa dan ceruk. Masyarakat sekitar menamakan kompleks Gua Malawang dengan bermacam nama, seperti Malawang, Batu Masigit, Keraton, Oyod, dan Gorin. Satu hal yang menarik dari penamaan tersebut adalah Gorin, yaitu nama setempat untuk semacam tempayan air dari gerabah.
Penamaan Gorin diberikan pada kompleks goa tersebut berdasarkan
adanya temuan Gorin oleh Taryana, Kepala Sekolah SKB Tasikmalaya tahun
1993 di salah satu goa. Temuan arkeologis yang berhasil ditemukan berupa
13 buah pecahan gerabah kuno.
Kemudian penelitian dilangsungkan
beberapa kali, antara lain oleh Balai Arkeologi Bandung. Temuan
arkeologis yang ditemukan antara lain berupa fragmen gerabah, fragmen
keramik, alat batu berupa perkutor dan kapak batu, dan tulang-tulang
binatang.
Anda dapat mencapai tempat ini dan mengamati berbagai penemuan
menarik dengan kendaraan roda dua atau roda empat, melewati perkebunan
karet, untuk selanjutnya berjalan kaki.